KECENDERUNGAN manusia ketika membicarakan konflik bahkan menghadapi hal ini dalam lingkungan kerja, mayoritas orientasinya ke hal-hal yang negatif. Tidak bisa dipungkiri kebanyakan dari mereka kemudian lari dari hal itu. Ada kemungkinan penyebab dari pilihan itu diambil karena sebelum memasuki lingkungan kerja tersebut, bekal ataupun pondasi bagi mereka dalam menghadapinya tidak benar dan kurang tepat. Maka dari itu pondasi dasar untuk tenaga kerja sangatlah penting jika pondasi itu tidak kokoh maka cepat atau lambat akan hancur ketika diterpa oleh konflik yang kecil sekalipun.
Berbicara dengan baik, bersikap tenang, menghargai pendapat dan tidak lari dari sebuah masalah adalah hal kecil yang berdampak besar tetapi kadang sering terabaikan oleh pekerja. Lihatlah suatu bangunan rumah yang disusun dengan batu batako, jika unsur susunannya itu tidaklah yang baik dan tepat akan membuat rumah tersebut mudah sekali runtuh ketika ada dalam kondisi seperti gempa bumi. Analoginya tidak jauh berbeda dengan para tenaga kerja yang tidak memiliki ataupun belum memiliki kapasitas yang cukup, pondasi yang seharusnya sudah terbentuk ketika berada dalam dunia industri.
Timbul sebuah pertanyaan terhadap hal tersebut, apakah harus dihindari konflik atau justru menghadapinya? Sangat tentu satu dari dua pilihan itu harus menjadi bagian kita apabila berada dalam kondisi tersebut. Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus memakai cara pandang negatif dan positif. Jika menggunakan kacamata negatif kita akan pesimis dan melihat kenyataan yang ada tanpa harapan. Sebaliknya dari sisi positif, ucapan syukur karena negara Indonesia dibentuk berdasarkan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya memicu pikiran positif kita untuk mengelola itu demi perkembangan kita dalam menjalani realita roda kehidupan.
Intisari yang terkandung dalam nilai-nilai dari Pancasila adalah bergotong-royong. Dengan demikian dalam pekerjaan, setiap individu yang berbagian disana memerlukan suatu pemahaman tentang siklus tersebut. Mengelola konflik menjadi energi positif melalui saling kontribusi satu dengan yang lain, saling melengkapi setiap kekurangan dari tiap bagian disertai dengan bersikap yang tidak membuka cela perdebatan yang berujung pada keruntuhan atmosfer baik.
Membangun dan memperkuat memori kolektif disarankan untuk ada bagi petenaga kerja, dan hal ini tidak serta-merta hanya melalui anjuran, omongan atau sekedar propaganda saja, tetapi juga sikap teladan dari para pimpinan. Apabila sikap yang mempertontonkan adalah konflik ketidakdewasaan dalam berpikir dan bersikap maupun tindakan yang tidak terpuji lainnya bahkan menyalahkan pekerja bawahan tanpa alasan yang jelas dan tidak membangun kinerja. Sudah tentu akan mengarahkan kepada situasi yang sangat tidak menyenangkan, sampai pada titik reruntuhan.
Perbedaan dalam mempertahankan argumen bukanlah alasan untuk petenaga kerja tidak boleh berada dalam satu lingkungan kerja ketika berkoordinasi dalam menjalankan misi demi mencapai visi yang menjadi keinginan dari Industri tersebut. Namun terhadap kenyamanan dan kesejahteraan tenaga kerja, pembentukan pondasi yang tepat, unsur yang yang baik, adalah pilihan yang setidaknya laling baik untuk diterapkan dalam lingkungan kerja. Dengan begitu ketika diperhadapkan dengan dua pilihan yaitu menghindar atau mengelola konflik dalam pekerjaan, tidak merugikan diri sendiri dengan kekeliruan ketika mengambil keputusan dan tindakan.