Oleh: Pipit Widayanti
(Mahasiswa BK FKIP FKIP UKSW Salatiga)
KEHIDUPAN kita sehari-hari ,akan selalu kita jumpai konflik baik itu konflik antara keluarga,teman,tetangga,hingga dengan diri kita sendiri. Di perusahaan pun akan kita jumpai konflik dengan latar belakang masalah yang berbeda.
Konflik yang terjadi di dalam perusahaan, biasanya tingkat masalah dialami akan selalu melalui jalur hukum. Hal ini terjadi karena kesepakatan antara dua belah pihak diatas hitam dan putih yang bermaterai, ada salah satu pihak yang melanggar dan merugikan pihak lain.
Perjanjian atau kontrak kerja antara perusahaan dengan calon pekerja, juga sebuah kesepakatan antara dua belah pihak. Dimana perusahaan akan memberikan syarat-syarat dan hak-hak yang akan didapatkan calon pekerja apabila nantinya bersedia untuk bekerja di perusahaan tersebut.
Akan tetapi ketika calon pekerja sudah bekerja di perusahaan tersebut, apabila perusahaan dalam memberikan hak-hak tidak sesuai dan tidak dipenuhi dengan benar. Hak-hak yang sering kali menjadi konflik yaitu perihal upah, dimana pekerja merasa upah yang diberikan dibawah atau tidak sesuai dengan kinerja yang sudah diberikan. Terlebih lagi para pekerja yang melakukan diatas jam kerja atau kita sebut dengan lembur kerja.
Akhirnya para pekerja menuntut untuk kenaikan upah mereka, dimana para pekerja berunding dengan wakil pimpinan perusahaan dalam mengajukan kenaikan upah. Apabila pihak perusahaan tidak menyetujui atau menolak aspirasi mereka, maka para pekerja yang hak-haknya tidak dipenuhi menyuarakan pendapat mereka ditempat umum.
Dalam menyuarakan pendapat mereka itu sering kita dengar dengan nama demonstrasi atau unjuk rasa. Tempat-tempat umum untuk menyuarakan pendapat mereka seperti di gedung perusahaan, jalanan, atau gedung pemerintahan. Ini dilakukan agar aspirasi mereka didengar dan ditindak lanjuti, dalam perihal kenaikan upah.
PEMBAHASAN
Unjuk rasa atau demonstrasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Terlebih para pekerja atau buruh yang menuntut, agar hak-hak mereka dipenuhi seperti perihal kenaikan upah. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hak mereka yaitu kenaikan upah.
Baru-baru ini terjadi kasus unjuk rasa dari pekerja kepada perusahaan. Dikutip dari Kompas.com, Serikat Karyawan Tip Top Supermarket (Skartito) menuntut manajemen perusahaan untuk menaikan upah para pekerja di setiap tahunnya.
Kedua belah pihak telah melakuan perundingan terkait kenaikan upah ini,tetapi tidak digubris dari pihak manajemen perusahaan. Pihak Serikat Pekerja Tip Top dalam mengajukan usulan kenaikan upah ini, telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini.
Kenaikan upah menurut Peraturan Perundang-undangan
Melalui Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja tersebut, aturan untuk penggajian mulai diatur lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintahan (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Secara implisit peraturan penggajian diatur dalam Undang-Undang atau peraturan pemerintahan.
Pada Undang-Undang Cipta Kerja, tidak ada aturan yang pasti perihal mengatur kenaikan upah berkala bagi perusahaan secara umum. Tetapi dalam pasal 92A Undang-Undang Cipta Kerja yang berbunyi:
“Perusahaan melakukan penyesuaian upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.”
Sebelumnya hal ini telah tuliskan lebih awal didalam Undang- Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 92 ayat 2 dengan bunyi yang sama. Artinya dalam hal ini, perusahaan dapat menaikan upah secara berkala.Sesuai dengan kemampuan dari perusahaan dan produktivitas.
Waktu dalam menaikan upah ini bebas tergantung dari kebijakan perusahaan itu sendiri.
Tidak seperti ASN yang dimana dalam kenaikan upah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1977.
Sesuai dengan pemerintahan khusus untuk ASN apabila dia telah bekerja
selama 2 tahun dengan penilaian “cukup” maka akan mendapatkan kenaikan gaji berkala. Tetapi dalam hal ini sering menjadikan patokan bahwa setiap perusahaan harus menaikan upah apabila sudah dua tahun bekerja.
Kenaikan upah sendiri juga dapat ditentukan dari Upah Minimun Provinsi (UMP) dan Upah Minim Kota (UMK). Maka perusahaan harus menaikan upah pekerja sesui dengan aturan tersebut.
Perusahaan Menyikapi Pekerja Tuntut Kenaikan Upah
Komunikasi merupakan kunci utama dalam menyikapi tuntutan kenaikan upah.Hal ini bertujuan agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan.
Perusahaan harus mendengarkan dan menampung aspirasi pekerja yang menuntut kenaikan upah. Sehingga nantinya para pekerja juga akan merasa bahwa perusahaan mau menampung aspirasi mereka dan mempertimbangkannya.
Apabila nantinya kenaikan upah tidak dapat diberikan, perusahaan harus segera komunikasikan dengan para pekerja dan mencari solusi untuk kebaikan bersama. Pekerja harus ikut dalam perundingan untuk mencari solusi bagi pekerja, agar nantinya pekerja dapat menerima keputusan dari perusahaan dengan lapang dada. Dan nantinya tidak akan terjadi konflik yang berujung para pekerja melakukan unjuk rasa untuk menuntut hak mereka di penuhi.
Hal yang harus di perhatikan pekerja dalam meminta kenaikan upah
Pekerja harus benar-benar memahami bagaimana sistem kenaikan upah di perusahaan tersebut. Agar nantinya tidak ada kesalah-pahaman antara pekerja dengan pihak perusahaan, apabila perusahaan menggunakan sistem 2 tahun bekerja baru dapat kenaikan upah pekerja, itu prosedur yang berlaku.
Kinerja dan produktivitas dari pekerja juga menjadi nilai bagi perusahaan untuk menaikkan upah pekerja. Apabila pekerja tidak ada semangat bekerja dan tidak memiliki produktivitas yang baik, maka perusahaan juga akan mempertimbangkan usulan pekerja untuk kenaikan upah.
Kemampuan perusahaan dalam menaikkan upah ini tidak semua perusahaan menggunakan sistem yang sama. Dalam hal ini perusahaan biasanya mempertimbangkan dari aspek lamanya pekerja di perusahaan tersebut, kenaikan yang ditetapkan setiap tahunnya, jabatan yang diduduki oleh pekerja, inflasi tahunan, dan produktivitas pekerja.
Apabila dalam hal ini pekerja masih menuntut kenaikan dengan tidak memperhatikan aspek tersebut, pekerja tersebut dapat dikatakan tidak profesional dan kurang memiliki kualitas pekerja yang baik. Pekerja yang kurang memahami hal-hal tersebut akan menganggap bahwa perusahaan melakukan ketidak adilan. Pada akhirnya pekerja melakukan unjuk rasa untuk mengemukakan pendapat mereka di muka umum. Berharap agar perusahaan dapat menuruti keinginan mereka untuk kenaikan upah yang telah mereka usulkan kepada perusahaan.
Tetapi jika pekerja telah sesuai dengan aspek-aspek tadi dan perusahaan tidak memberikan hak-hak pekerja, maka pekerja dapat menuntut perusahaan ke ranah hukum dengan didampingi oleh Organisasi Bantuan Hukum yang ada di daerah setempat. Agar nantinya pekerja didampingi hingga hak-hak mereka dipenuhi, karena dalam hal ini hak-hak yang dipenuhi perusahaan kepada pekerja telat diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintahan.
Kesimpulan
Unjuk rasa atau demonstrasi sering menjadi solusi bagi pekerja untuk menuntut hak mereka kepada perusahaan.
Di Indonesia unjuk rasa atau demonstrasi ini sudah bukan hal yang baru lagi untuk dilakukan. Hampir setiap waktu akan ada beberapa berita yang membicarakan unjuk rasa pekerja dalam menuntut hak mereka untuk kenaikan upah.
Dalam melakukan unjuk rasa ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Penyampaian pendapat di muka harus dengan etika yang baik dan benar tanpa harus merusak fasilitas umum.
Dalam pengupahan telah diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Perusahaan dapat menaikkan upah pekerja secara berkala sesuai dengan kemampuan perusahaan dan tingkat produktivitas dari pekerja, yang telah diatur dalam Undang- Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 92 ayat 2 dan Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 92A.
Apabila perusahaan sanggup dan pekerja telah memuhi syarat-syarat dalam menaikkan upah maka pekerja dapat menerima kenaikkan dari perusahaan. (Penulis tinggal di Salatiga)