Ilustrasi: Politik @Kompasiana. (https://psikindonesia.org/melampaui-tahun-politik/)
MENYAKSIKAN dialektika politik dalam perhelatan pemilihan Kepala Daerah, khususnya di Kabupaten Mimika Provinsi Papua Tengah menjadi menarik dicermati model propaganda yang dimainkan? Dan menyodorkan beberapa referensi dalam memahami mengapa masing-masing Tim Sukses atau bahkan Pendukung Figur Pasangan saling beradu debat bisa terjadi, bahkan tidak jarang tendensius? Bagaimana memahami dan menghadapinya juga melalui propaganda tandingan yang relevan?
Naom Chomsky (2021) dalam ‘Propaganda and the Public Mind‘, mengulas bagaimana propaganda modern dan media massa yang mempengaruhi akan siap dimanfaatkan setiap kelompok demi membentuk opini publik dan politik dalam konteks kontemporer seperti yang sedang dihadapi saat ini adalah hal yang sangat memungkinkan karena tentu sangat menguntungkan.
Pola lain yang terjadi dan sangat mungkin juga dilakukan seperti yang diulas Shoshana Zuboff (2019) dalam ‘The Age of Surveillance Capitalism‘ yang meski tidak sepenuhnya propaganda, namun mengingatkan bahwa data pribadi pun, ternyata dapat digunakan untuk memanipulasi opini dan perilaku publik, dan itu sangat relevan dan wajar-wajar saja dilakukan dalam konteks politik modern saat ini.
Meski masih ada juga yang lainnya, referensi ini setidaknya cukup untuk memberikan perspektif tentang bagaimana propaganda politik yang soft bahkan hingga tendensius menyerang bisa saja terjadi?
Dalam politik semuanya wajar saja dan mungkin saja diterapkan dalam konteks media dan teknologi saat ini, termasuk dalam kampanye politik.
Bagaimana memahami dan mengambil sikap menghadapinya juga adalah hal penting lainnya, sehingga dialektika yang terjadi justru mengarah ke peraduan pemikiran yang penad sebagai perang psikologi (Psywar) politik. Kelompok satu tak lagi menyerang dengan cara yang tidak diharapkan, bahkan pihak lainnya pun memberi serangan balik yang tak harus menyesatkan.
Beberapa propaganda politik di era modern berikut sepertinya berguna dipertimbangkan penerapannya, misalnya ;
Teori Kritis oleh Frankfurt School, Theodor Adorno dan Max Horkheimer menekankan pentingnya menganalisis secara mendalam terhadap ideologi dan struktur kekuasaan yang mendasari dilakukannya propaganda diatas. Hal Ini akan mendorong individu dalam kelompok saat menerima informasi propaganda itu berusaha mempertanyakan dan menganalisis sumber serta tujuan dari informasi propaganda itu apa? Setidaknya, agar dapat dilakukan juga penyerangan balik sebagai propaganda yang mematikan lawan Rival politiknya. Cara ini juga memudahkan membaca Rival secara politis.
Teori yang mirip juga adalah ‘Model Propaganda‘ oleh Harold Lasswell yang mengidentifikasi fungsi propaganda dalam menyebarkan ide dan mempengaruhi sikap orang. Model ini menganalisis pesan propaganda, siapa pengirim, dan dampaknya pada audiens. Memahami model ini dapat membantu dalam merancang strategi melawan propaganda Rival.
Referensi dari teori-teori ini dapat membantu individu dan kelompok dalam mengembangkan keterampilan analisis dan kritik terhadap propaganda politik yang mereka hadapi, serta memperkuat ketahanan terhadap teknik-teknik manipulasi informasi. Mana yang bersedia dimanfaatkan, itu terserah kepada masing masing pihak. Jadi selamat melakukan Propaganda Politik. (Redaksi)