Oleh : Samuel Wanda
ISTILAH yang sering didengar saat ini juga adalah dimana ada aksi maka disitu ada reaksi, menjadi cukup penting dipahami untuk mengamati terjadinya pertarungan politik survey yang trendy muncul memasuki rencana debat kedua para Paslon Bupati dan Wakil Bupati Mimika. Penting karena sangat mungkin ditentukan oleh kekuatan strategi money politics, sekalipun ada kelemahannya juga.
Secara praktis saja dapat dijelaskan bahwa kelebihan Data Survei Pilkada mampu menyajikan informasi terkini yang siap mempengaruhi setiap rival. Artinya, data survei mampu menyediakan informasi terbaru tentang preferensi pemilih, yang membantu dalam memahami dinamika politik saat ini. Siapa banyak ‘peluru’ tentu dapat melakukannya melalui beberapa lembaga survey secara berulang.
Politik survey juga mampu menyajikan Analisis Tren dari waktu ke waktu, bahkan memberikan wawasan tentang perubahan dalam opini publik. Termasuk yang berikutnya juga mampu menciptakan Segmentasi Pemilih, karena Survei sering kali membagi responden berdasarkan demografi (usia, gender, pendidikan, dll.) dan ini memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang preferensi kelompok tertentu.
Dengan kemampuan uangnya juga, Kandidat diberi kemampuan untuk Membuat Keputusan dalam merumuskan strategi kampanye yang lebih efektif. Bahkan dapat Meningkatkan Partisipasi pemilih karena data survei yang disajikan dapat memotivasi pemilih untuk lebih aktif dalam memilih, terutama jika mereka merasa suara mereka diperhatikan.
Namun Politik Survey juga memiliki Kelemahan dari segi data nya, karena bisa saja terjadi ‘Bias Sampel’ jika sampelnya tidak representatif, bahkan dapat mencerminkan pandangan kelompok tertentu dan bukan keseluruhan pemilih.
Dari aspek Metode Pengumpulan Data-nya juga jika digunakan model wawancara telepon atau online, jelas bisa mengabaikan segmen populasi yang tidak memiliki akses atau preferensi terhadap metode tersebut.
Keterbatasan Waktu juga dapat melemahkan hasil Survei yang dilakukan pada waktu tertentu mungkin tidak mencerminkan perubahan mendadak dalam opini publik, terutama menjelang hari pemungutan suara. Dengan begitu, Interpretasi Data hasil survei juga sering kali dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda, tergantung pada sudut pandang analis lembaga survey atau media sesuai tuntutan kebutuhan pemesan.
Pertarungan survey juga memungkinkan kandidat ‘Overconfidence’, bahkan partai mungkin terlalu percaya diri berdasarkan hasil survei dan mengabaikan faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil akhir pemilihan.
Jadi sekalipun data survei pilkada merupakan alat yang berharga untuk memahami preferensi pemilih, tetapi perlu diperlakukan dengan hati-hati. Penting untuk mempertimbangkan metode pengumpulan, representativitas sampel, dan potensi bias dalam analisis dan pengambilan keputusan yang akan sangat bergantung juga pada kekuatan politik uang yang bukan rahasia lagi karena masyarakat awam pun paham soal ini meski hanya mendengar saja.
Namun politik uang ini jelas sangat mungkin dilakukan kandidat siapapun dalam kerangka meningkatkan Visibilitas Kandidat juga, bisa melalui Iklan dan Promosi. Karenanya, Kandidat dengan dana yang lebih besar dapat melakukan kampanye yang lebih agresif melalui iklan di media, sosialisasi di lapangan, atau acara publik mungkin sehingga lebih dikenal oleh pemilih. Sayangnya, jika kreator iklannya justru memiliki kapasitas apa adanya alias pas-pasan.
Media Sosial juga menjadi Investasi empuk kandidat berduit dalam kampanye nya secara digital untuk mampu menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan interaksi dengan pemilih. Bahkan kalaupun HARUS ‘Membeli Dukungan’ sebagai strategi money politics dengan cara memberikan sumbangan Uang kepada organisasi masyarakat atau individu demi meningkatkan loyalitas pemilih, karena sudah menjadi fakta, ‘siapa gerangan’ yang tak butuh UANG. Termasuk demi mendapatkan dukungan dari Elit Politik atau tokoh masyarakat berpengaruh yang bisa mempengaruhi pemilih dengan strategi politik uang menjadi sangat menarik untuk menjadi perhatian publik pemilih.
Politik uang juga mampu Memanipulasi Persepsi Publik dengan informasi palsu, karenanya Kandidat berduit jelas memiliki peluang dan kemungkinan untuk menyebarkan informasi menyesatkan tentang lawan politik untuk merusak citra mereka. Bahkan kalau perlu bisa melakukan black campaign (kampanye negatif), Uang memungkinkan kandidat untuk bisa melakukan kampanye negatif secara luas, dan itu sangat bisa memengaruhi persepsi pemilih terhadap rival.
Sekalipun kelemahan politik uang juga mampu menciptakan Resistensi Publik untuk Skeptisisme Terhadap Uang yang dihamburkan oleh kandidat tertentu – meski diketahui juga bahwa jaman ini siapa yang tidak butuh uang – tapi politik uang akan sangat jelas mencederai integritas pemilu.
Terlebih jika terjadi Mobilisasi Gerakan Anti-Money Politics oleh masyarakat yang menentang praktik ini semakin kuat, ini juga sangat mungkin mempengaruhi hasil pemilihan.
Belum lagi Risiko Hukum seperti Sanksi dan Penegakan Hukum, jika praktik money politics diketahui maka jelas akan berujung pada sanksi hukum bagi kandidat yang terbukti melanggar peraturan kampanye, merugikan reputasi mereka. Tapi yah politik bilang, itu kan kalau ketahuan, jika tidak ya hasil akhirnya bisa saja money politik yang siap menang.
Ada kemungkinan juga jika Dinamika Pemilih memang sudah akan mengalami perubahan sebagai akibat semakin semaraknya Pendukung Alternatif bagi Kandidat yang mengusung visi dan misi tanpa bergantung pada uang, jelas akan sangat efektif menarik pemilih yang ingin perubahan, terutama di kalangan pemilih muda. Tapi sekali lagi terpaksa harus diakui, jaman ini siapa yang tidak mau UANG kan.
Jadi strategi money politics sangat dapat memberikan keuntungan signifikan dalam kampanye pemilihan, tetapi juga menghadirkan risiko dan tantangan yang tidak kurang beratnya. Meskipun uang dapat meningkatkan visibilitas dan dukungan, perubahan sikap publik dan risiko hukum dapat memengaruhi hasil akhirnya. Oleh karena itu, kandidat perlu mempertimbangkan strategi yang seimbang antara penggunaan dana dan pendekatan yang transparan dan etis atau “seakan-akan” terkesan begitu untuk meraih dukungan pemilih.
Apakah semua ini bisa terjadi, itu bisa saja suatu keniscayaan karena siapa juga yang mau mengakui melakukannya. Hanya pengalaman yang menunjukkan kalau Kabupaten ini dari periodik ke periodik, sepertinya belum pernah disaksikan terjadinya demokrasi yang bebas dari money politik. Semua juga tergantung pada kemampuan politik dari sumber daya tim sukses setiap Paslon. Jadi, berdoa saja banyak agar yang gunakan money politics bisa berhasil karena jika tidak maka ‘salam salam dijalanmu‘. (penulis, adalah tokoh GKI di Tanah Papua Klasis Mimika dan seorang Jurnalis tinggal di Mimika)